Senin, 13 Juli 2009

Skripsi Bab I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. pengangguran, kemiskinan, kelaparan, dan tingginya angka kriminalitas merupakan suatu indikasi negara yang belum berkembang dan kualitas pendidikan yang rendah. dengan kata lain untuk meningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) perlu dilakukan pembenahan-pembenahan ke arah pendidikan.
Pergantian kurikulum dari kurikulum 1994, kurikulum berbasis kompetensi (KBK), sampai kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan pendidikan yang berkualitas. Berkaitan dengan hal tersebut, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk memberikan kontribusi yang besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik dan bermutu. Lembaga pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (undang-undang No 20 tahun 2003: 10).
Proses belajar mengajar (PBM) yang terjadi di sekolah merupakan kegiatan sentral dalam rangka peningkatan pendidikan yang berkualitas dan bermutu, oleh karena itu peningkatan kualitas pendidikan pada hakekatnya di pengaruhi oleh proses belajar mengajar siswa dan guru di kelas. Slameto (2003: 11) mengemukakan bahwa “Untuk meningkatkan proses belajar mengajar perlu lingkungan yang dinamakan “Discovery learning”, ialah lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah di ketahui.” Didalam Discovery Learning tidak semua yang harus di pelajari di presentasikan secara final, beberapa bagian harus dicari, diidentifikasikan oleh pelajar sendiri. Pelajar harus mencari informasi sendiri kemudian informasi itu di integrasikan ke dalam struktur kognitif yang telah ada, disusun kembali, diubah, untuk menghasilkan struktur kognitif yang baru.
Struktur kognitif adalah perangkat fakta-fakta, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang terorganisasi yang telah di pelajari dan di kuasai seseorang (Slameto, 2003: 24). Mata pelajaran Fisika menuntut adanya Discovery Learning, yakni lingkungan yang sesuai dengan kondisi belajar siswa, sehingga siswa tidak hanya hapal teori saja tetapi mengalami sendiri apa yang sedang di pelajarinya dengan lingkungan yang ia tempati. Dalam kegiatan belajarnya terutama pelajaran Fisika siswa sering di hadapkan pada masalah–masalah tertentu baik dalam pengerjaan soal, maupun dalam penguasaam suatu konsep tertentu, dalam pengerjaan soal siswa seringkali sulit untuk menterjemahkan soal-soal tersebut ke dalam simbol-simbol fisika, kemudian mencocokan rumus yang sesuai dengan apa yang ditanyakan, selain itu siswa juga sulit untuk menggabungkan konsep yang satu dengan yang lainnya yang satu sama lain saling berhubungan. Menurut Kartika Budi (1998: 178) soal yang pernah di kerjakan kemudian di munculkan lagi dengan sedikit saja perubahan dan ternyata siswa tidak dapat mengerjakan, itu menandakan bahwa mereka belum dapat menangkap kerangka berfikirnya, tetapi menghapal penyelesaiannya. Dalam penguasaan konsep siswa seringkali sulit untuk menggabungkan konsep yang satu dengan konsep yang lain, kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mata pelajaran Fisika memiliki tingkat ke abstrakan yang tinggi yang menyebabkan sebagian siswa mengalami kesulitan dalam penguasaanya. Hal ini senada dengan Herbert Druxes (1995: 28) bahwa “pada umumnya siswa masih menganggap fisika merupakan pelajaran yang sulit, berat, banyak rumus, serta perhitungan yang sulit dipahami.” Konsep-konsep yang abstrak dan komplek tersebut baru dipahami jika konsep-konsep yang sederhana dan konkrit sudah dikuasai dan di pahami siswa. Lebih dalam lagi Sumaji (1998: 146) menyatakan bahwa “khususnya dalam pelajaran Fisika, siswa sering dijejali dengan sejumlah formula matematis yang terpaksa harus di hapal siswa, agar siswa dapat mengerjakan soal-soal.”
Ilmu Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari bagian-bagian alam dan interaksi di dalamya, oleh karena itu mempelajari fisika tidak hanya menghapal rumus-rumus saja atau konsep-konsep saja, tetapi harus mampu menguasai konsep-konsep tersebut, dan mengaplikasikannya dalam situasi dunia nyata siswa. Dengan dijejalinya siswa oleh banyak rumus tanpa dijelaskan cara penguasaan konsepnya, dan konsep dasarnya siswa akan merasa kesulitan untuk memahami inti dari konsep yang disampaikan tersebut, sehingga tidak sedikit siswa yang nilainya berada di bawah standar kelulusan.
Di bawah ini disajikan data nilai ulangan harian mata pelajaran fisika siswa kelas XII (IPA) SMA Pasundan 4 Bandung dalam bentuk tabel dan gambar, sebagai berikut:
Tabel 1.1 Data Hasil Belajar Siswa Kelas XII SMA (IPA)
Pasundan 4 Bandung Pada Mata Pelajaran Fisika
Nilai Frekwensi
UH 1 UH 2 UH 3
0 – 20 6 7 9
20 – 40 19 21 18
40 – 60 8 1 5
60 – 80 2 6 3
80 – 100 0 0 0

Tabel 1.2 Data Hasil Belajar Siswa Kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung Pada Mata Pelajaran Fisika Dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) Sebesar 6,00
Nilai Frekwensi
UH 1 UH 2 UH 3
Di atas KKM 1 6 3
Di bawah KKM 31 29 30
KKM
3 0 2








Gambar1.1 Sebaran hasil belajar siswa kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung
(Sumber : Guru Fisika kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung)













Gambar1.2 Sebaran hasil belajar siswa kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung Dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) Sebesar 6,00
(Sumber : Guru Fisika kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung)

Dari data histogram di atas menunjukan bahwa hasil belajar siswa terhadap pelajaran fisika masih rendah, dan ini disebabkan oleh banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai konsep-konsep fisika.
Rendahnya prestasi belajar siswa diantaranya disebabkan oleh pola pikir siswa itu sendiri yang menganggap bahwa fisika itu sulit, banyak rumus, serta perhitungan yang tidak dimengerti, terlebih perhitungannya belum pernah dipelajari dipelajaran matematika, tetapi harus digunakan dipelajaran fisika, sehingga siswa menjadi tidak senang terhadap pelajaran fisika, yang pada akhirnya banyak nilai siswa yang di bawah standar kelulusan. Selain di sebabkan oleh pola pikir siswa di atas, rendahnya prestasi belajar siswa terhadap pelajaran fisika juga disebabkan oleh guru yang kurang kompeten di bidang fisika, dan kurang bisa memberikan motivasi belajar untuk mempelajari hakikat fisika yang sebenarnya, karena masih banyak guru bidang studi fisika yang bukan dari jurusan fisika yang mengajar di sekolah.
Berdasarkan temuan penulis di lapangan pada saat PPL (Praktek pengalaman lapangan) ternyata respon siswa terhadap pelajaran fisika itu masih sangat kurang, bila dibandingkan dengan pelajaran yang lain, padahal pelajaran fisika itu sangatlah penting bagi siswa sebagai generasi pembaharu untuk membangun teknologi yang lebih modern.
Salah satu cara untuk melihat tingkat penguasaan konsep siswa yang berkaitan dengan penyelesaian soal adalah dengan teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pilot, yaitu analisis, rencana, penyelesaian, dan penilaian (Kartika Budi, 1998: 175). Pengajaran fisika selalu diikuti oleh pengerjaan soal-soal. Pengerjaan soal berfungsi secara optimal bila meningkatkan pemahaman konsep dan menumbuhkembangkan kemampuan berfikir sintesis analisis yang di perlukan dalam menyelesaikan masalah (Kartika Budi, 1998: 175).
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan penguasaan konsep siswa pada pelajaran fisika. Adapun materi yang diangkat menjadi permasalahan untuk dilakukan penelitian adalah Gelombang, karena materi ini penulis rasakan memiliki karakteristik yang khas yang secara umum bersipat kompleks dan abstrak, sehingga dibutuhkan teknik tertentu dalam pembelajarannya. Permasalahan yang muncul adalah sejauh mana penguasaan siswa terhadap konsep fisika pada materi pokok Gelombang? pada tahap mana siswa merasa sulit dalam menguasai suatu konsep fisika pada materi pokok Gelombang?, Dan bagaimana caranya untuk meminimalisir kesulitan siswa Tersebut pada materi pokok Gelombang
Atas dasar permasalahan di atas, penulis mencoba menuangkan ide penulis melalui suatu karya ilmiah dengan judul ''ANALISIS PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI POKOK GELOMBANG YANG BERADA DI BAWAH KKM DENGAN TEKNIK PEMECAHAN MASALAH MODEL METTES DAN PILLOT’’ (Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa Kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung)

B. Rumusan dan batasan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yaitu adanya kesulitan siswa pada materi pokok Gelombang, maka dirumuskan suatu permasalahan yang dapat mempertegas arah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran proses belajar mengajar pada saat diberikan remedial dengan menggunakan teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot ?
2. Bagaimana gambaran umum penguasaan konsep siswa kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung yang di bawah KKM (Kriteria ketuntasan minimal) pada materi pokok Gelombang ?
3. Pada tahap manakah siswa kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung yang di bawah KKM (kriteria ketuntasan minimal) mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pada materi pokok Gelombang menurut tahapan pemecahan masalah Mettes dan Pillot ?
4. Adakah perubahan yang signifikan penguasaan konsep siswa kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung yang di bawah KKM pada materi pokok Gelombang setelah di berikan remedial berupa teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot ?
Untuk lebih rinci, penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut:
1. Penguasaan konsep siswa yang di teliti adalah hanya asfek kognitif saja
2. Materi pokok yang di teliti adalah hanya materi pokok Gelombang, yang di sajikan di kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung

C. Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dalam perumusan masalah ini, penulis akan menjelaskan istilah-istilah yang ada dalam skripsi ini:
1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya ( kamus besar Bahasa indonesia ).
2. Analisis penguasaan konsep adalah penyelidikan terhadap siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap suatu konsep fisika
3. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah standar ketuntasan belajar minimal yang harus diberikan kepada siswa sebagai patokan untuk menentukan tuntas tidaknya siswa dalam memahami suatu konsep fisika
4. Teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot adalah suatu cara pemecahan soal secara bersistem yang meliputi analisa, rencana, penyelesaian, dan penilaian.
5. Gelombang adalah salah satu materi pokok pelajaran fisika yang disajikan di kelas XII SMA/MA
D. Tujuan Penelitian
Pada prinsipnya tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jawaban permasalahan yang di paparkan dalam rumusan masalah di atas yaitu:
1. Untuk mengetahui gambaran proses belajar mengajar pada saat diberikan remedial dengan mengunakan teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot
2. Untuk mengkaji gambaran umum penguasaan konsep siswa kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung yang di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) pada materi pokok Gelombang
3. Untuk mengetahui pada tahap manakah siswa kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal Gelombang
4. Untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan penguasaan konsep siswa kelas XII SMA Pasundan 4 Bandung yang di bawah KKM setelah di berikan remedial dengan teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot

E. kerangka berfikir
Proses belajar mengajar (PBM) merupakan suatu proses dimana terjadi interaksi antara guru dan siswa untuk mencapi tujuan pendidikan. tujuan pendidikan yang dimaksud adalah terciptanya masyarakat indonesia yang memiliki SDM yang berkualitas dan mampu berkompetensi dengan Negara lain.
Proses belajar mengajar (PBM) yang baik adalah proses dimana siswa mampu mengkonstruk sendiri pengetahuan-pengetahuannya dan menghubungkan apa yang di pelajarinya di sekolah dengan kehidupan sehari-hari, sehingga peran siswa menjadi lebih dominan terhadap lingkungann sekitar dalam rangka mengubah pola pikir masyarakat menuju kearah yang lebih baik dan lebih rasional dalam memacahkan masalah. Menurut R. Gagne (2003: 13) dalam Slameto menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Segala sesuatu yang di pelajari manusia dapat di bagi menjadi 5 kategori , yang di sebut The Domain Of Learnig (Slameto 2003: 14), yaitu:
1. keterampilan motoris ( motor skill ); Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan, misalnya melempar bola, main tenis, mengemudi mobil, mengetik huruf, dan sebagainya
2. Informasi verbal; Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, menggambar; dalam hal ini dapat di mengerti bahwa untuk mengatakan sesuatu ini perlu intelegensi
3. Kemampuan intelektual; Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan simbol-simbol. Kemampuan belajar cara inilah yang disebut '' kemampuan intelektual'', misalnya membedakan huruf m dan n, menyebut tanaman yang sejenis
4. Strategi kognitif; Ini merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berfikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat di pelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan-perbaikan secara terus menerus.
5. Sikap; Kemampuan ini tak dapat di pelajari dengan ulangan-ulangan, tidak tergantung atau di pengaruhi oleh hubungan verbal seperti halnya domain yang lain. Sikap ini penting dalam proses belajar; tanpa kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik.

Dari lima kategori tersebut dapat kita rangkum 3 kategori utama sebagai indikator proses belajar mengajar yaitu asfek kognitif, avektif dan psikomotor. Asfek kognitif meliputi aspek yang berhubungan dengan pengetahuan siswa terkait dengan materi yang di pelajarinya di sekolah dan lingkungan yang siswa tempati, aspek avektif meliputi aspek yang berhubungan dengan perubahan sikap siswa terhadap lingkungan disekitarnya, sementara aspek psikomotor berhubungan dengan skill siswa dalam bentuk gerakan anggota tubuh, misalnya cara menggunakan jangka sorong. Menurut Mulyati Arifin, (1995: 202-203) dalam Diana puspita menyatakan bahwa perbedaan tingkat pemahaman siswa terhadap suatu konsep akan membagi siswa pada tingkat pemahaman tinggi dan tingkat pemahaman rendah . dengan kata lain ada siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai, ada siswa yang belajar cepat, dan ada siswa yang belajar lambat.
Evaluasi merupakan salah satu cara yang dilakukan guru untuk mengukur perbedaan tingkat penguasaan siswa terhadap suatu konsep tertentu, dalam hal ini konsep Gelombang yang memiliki karakteristik khas dan kompleks. Dengan beragamnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi pokok Gelombang , maka harus ada acuan atau kriteria khusus dalam penilain siswa di kelas. Menurut Mimin Haryati (2006: 17) menyatakan bahwa “penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa berdasarkan tahapan kemajuan siswa sesuai dengan daftar kompetensi yang di tetapkan dalam kurikulum.” Acuan atau kriteria itu di jadikan standar ketuntasan belajar mengajar siswa dan guru di kelas untuk setiap standar kompetensi lulusan.
Menurut Mulyasa (2007: 91) menyatakan bahwa “standar kompetensi lulusan (SKL) satuan pendidikan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang di gunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.” Dalam hal ini KKM (Kriteria ketuntasan minimal) merupakan standar ketuntasan belajar minimal yang tercantum dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dalam rangka untuk meningkatkan pendidikan Indonesia yang berkualitas. Dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) ini ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan, diantaranya kompleksitas (kesulitan dan kerumitan), daya dukung, dan intake siswa. Kompleksitas (kesulitan dan kerumitan) yang maksud adalah tingkat kesulitan setiap kompetensi dasar (KD) yang harus di capai oleh peserta didik, daya dukung yang di maksud adalah kemampuan sumber daya pendukung yang meliputi ketersediaan tenaga, sarana dan prasarana yang di butuhkan, biaya operasional pendidikan, dan manajemen sekolah, sementara intake siswa adalah tingkat kesempurnaan rata-rata peserta didik..
Menurut Anas Sudijono (2003: 9) menyatakan bahwa setidak-tidaknya ada dua macam kemungkinan hasil yang di peroleh dari kegiatan evaluasi ; yaitu:
1. Hasil evaluasi itu ternyata menggembirakan, sehingga dapat memberikan rasa lega bagi evaluator, sebab tujuan yang telah di tentukan dapat tercapai dengan yang di rencanakan.
2. Hasil evaluasi itu ternyata tidak menggembirakan atau bahkan menghawatirkan, dengan alasan bahwa berdasar hasil evaluasi ternyata di jumpai adanya penyimpangan-penyimpangan, hambatan atau kendala, sehingga mengharuskan evaluator untuk bersikap waspada. ia perlu memikirkan dan melakukan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah di susun, atau mengubah dan memperbaiki cara pelaksanaan nya.

Peningkatan prestasi belajar merupakan suatu yang di dambakan oleh setiap guru dan siswa yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Peningkatan itu di tandai dengan banyaknya siswa hasil belajarnya berada di atas batas ketuntasan belajar minimal atau yang di sebut KKM (kriteria ketuntasan minimal). Banyaknya hasil belajar siswa yang diatas KKM (kriteria ketuntasan minimal) menunjukan bahwa guru sebagai pengajar telah berhasil membimbing siswa ke arah yang lebih baik, namun semua itu tidak lah mudah terlebih untuk mata pelajaran fisika yang memiliki ke abstrakan yang tinggi, di perlukan strategi dan teknik tertentu agar hasil belajar siswa meningkat.
Di antara teknik yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot yang meliputi langkah-langkah : analisis, rencana, penyelesaian, dan penilaian (Kartika Budi, 1998: 175). Analisis yang di maksud adalah tahap mengidentifikasi data-data dan permasalahannya, rencana yang dimaksud adalah analisis untuk menetapkan langkah-langkah penyelesaian dan pemilihan konsep, hukum, persamaan, dan teori yang sesuai untuk setiap langkah yang memerlukannya, sementara penyelesaian yang dimaksud adalah tahap realisasi dari langkah-langkah yang telah di rancang dan penggunaan konsep, hukum, dan teori yang telah di pilih .
Dengan teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot ini siswa tidak hanya mendapat jawaban soal, tetapi atas pengetahuannya itu juga memperoleh penguasaan yang sedemikian hingga mereka mampu menerapkannya dalam keadaan lain walaupun jenis permasalahannya berbeda dengan apa yang disampaikan oleh gurunya, karena masih banyak siswa yang hanya melihat seseorang memecahkan masalah atau menghapalkan contoh-contoh penyelesaiannya tanpa memahami tahap demi tahap pemecahan masalahnya, sehingga ketika diberikan permasalahan yang sedikit berbeda dengan apa yang di sampaikan oleh gurunya siswa tidak bisa memecahkan masalahnya.
pada dasarnya langkah-langkah di atas sudah di perkenalkan dan di biasakan sejak siswa di sekolah menengah pertama, khusunya dalam mata pelajaran sains (terutama fisika dan kimia), dengan format: diketahui:….., ditanyakan:………, dan jawab: . bila di perhatikan dengan cermat, aspek analisis penyelesaian belum tampak dengan jelas, karena pada umumnya pada bagian penyelesaian langsung muncul perhitungan-perhitungan matematis. Menurut Kartika Budi (1998: 176) menyatakan bahwa “bagian terpenting dari penyelesaian soal-soal fisika adalah kerangka berfikir penyelesaiannya, bukan perhitungan matematisnya, apalagi hasil akhirnya.” Kerangka berfikir atau analisis penyelesaian dapat di munculkan secara eksplisit dengan tuntutan bahwa penyelesaian soal harus terdiri dari dua tahap , yaitu analisis penyelesaian yang berisi langkah-langkah yang akan di tempuh meliputi penggunaan hukum-hukum, teori atau persamaan-persamaan yang akan di gunakan, dan baru kemudian perhitungan matematisnya.
Adapun materi yang akan di gunakan penulis dalam penelitian ini adalah Gelombang yang terdiri dari sub-sub materi, yaitu gejala gelombang, gelombang berjalan, gelombang stasioner pada ujung terikat, dan gelombang stasioner pada ujung bebas yang memiliki karakteristik khas dan kompleks, sehingga di butuhkan strategi atau teknik tertentu dalam proses belajar mengajarnya. Teknik pemecahan masalah model mettes dan pilot diharapkan mampu mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep Gelombang, yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa .
Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran di atas secara skematik dapat di gambarkan pada gambar1.3





















Gambar1.3 Skema Kerangka Berfikir
F. Langkah-langkah Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan studi pendahuluan
Sebelum melakukan penelitian penulis terlebih dahulu melakukan observasi ke lokasi penelitian yaitu SMA Pasundan 4 Bandung Tujuan dari observasi ini adalah untuk melihat kemungkinan di lakukannya penelitian terhadap siswa terkait dengan pemahaman siswa terhadap konsep Gelombang. Dari hasil studi pendahuluan yang penulis dapatkan di SMA Pasundan 4 Bandung melalui guru fisika yang bersangkutan didapatkan bahwa SMA Pasundan 4 Bandung ini berada dibawah yayasan pendidikan dasar dan menengah pasundan, selain itu penulis juga mendapatkan bahwa respon siswa terhadap pelajaran fisika masing sangat minim bila dibandingkan dengan pelajaran yang lain, sehingga banyak siswa yang tidak menguasai konsep-konsep fisika terlebih pada konsep gelombang, itu terlihat dari banyaknya hasil belajar siswa yang berada di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
2. Metode penelitian
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Mohammad Natsir (1983: 54) menyatakan bahwa ''metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang''. metode ini digunakan untuk menggambarkan penguasaan konsep siswa yang berada di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada materi pokok Gelombang, baik sebelum atau pun sesudah di beri remedial berupa teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot.
Untuk memperoleh gambaran jelas mengenai penguasaan konsep siswa yang di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada materi pokok Gelombang di lakukan dengan cara tes tulis
3. Populasi dan Sampel penelitian
Cara penarikan sampel dari populasi menggunakan teknik non probability sampling. Teknik non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/ kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk di pilih menjadi sampel .
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah diambil satu kelas dari Lima kelas yang ada yakni kelas XII (IPA) yang berjumlah 35 orang, sementara sampel nya di ambil dari kelas tadi yang nilainya berada di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM).
4. Jenis Data
Data dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif yang di peroleh dari penguasaan konsep siswa pada materi pokok Gelombang yang didapat dari tes tulis baik sebelum diberikan remedial, maupun setelah diberikan remedial dengan menggunakan teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot.
5. Alur penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang ada yakni rendahnya respon siswa terhadap mata pelajaran fisika, sehingga siswa menjadi tidak senang terhadap pelajaran fisika yang pada akhirnya banyak nilai siswa yang berada dibawah standar ketuntasan belajar minimal, maka langkah-langkah yang di lakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut di susun suatu alur penelitian yang di gunakan sebagai acuan atau pedoman dalam melakukan peneltian. Adapun prosedur penelitian yang di gunakan terdiri dari 3 tahap sebagai berikut:
a. Tahap persiapan
1) Menganalisis materi pokok Gelombang berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidian (KTSP)
2) Melakukan study pendahuluan
3) Membuat kisi-kisi instrument
4) Membuat instrument
5) Melakukan uji coba soal instrument
6) Menghitung validitas dan realibilitas instrument
7) Merevisi instrument jika di perlukan
b. Tahap pelaksanaan
1) Pretest (sebelum diberikan remedial dengan teknik pemecahan masalah model mettes dan pillot)
2) Analisis hasil pretest
3) Post test (setelah di berikan remedial dengan teknik pemecahan masalah model mettes dan pillot)
4) Analisis hasil post test
c. Tahap Pembuatan laporan
1) Menyimpulkan hasil analisis data
2) Menyusun laporan penelitian






















Gambar 1.4 Alur Penelitian
6. instrument pengambilan data
Dalam penelitian ini instrument pengambilan data yang di gunakan yaitu dengan test tulis.Tes tulis di gunakan untuk mengetahui gambaran umum penguasaan konsep siswa yang di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada materi pokok Gelombang. Menurut suharsimi Arikunto (2006: 223) “khusus untuk prestasi belajar yang biasa di gunakan di sekolah dapat di bedakan menjadi dua”, yaitu:
1) Tes buatan guru adalah tes yang di susun oleh guru dengan prosedur tertentu, tetapi belum mengalami uji coba berkali-kali sehingga tidak diketahui ciri-ciri dan kebaikannya.
2) Tes testandar adalah tes yang biasanya sudah tersedia di lembaga testing, yang sudah terjamin ke ampuhannya.

Instrument tes yang di gunakan dalam penelitian ini adalah tes buatan guru berbentuk uraian. Tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraiakan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri (Nana sudjana, 2008: 35). Keunggulan tes uraian adalah :
a. Dapat melatih kemampuan berfikir teratur atau penalaran, yakni berfikir logis, analitis dan sistematis
b. Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving).

Dengan mempertimbangkan keluasan materi gelombang yang terdiri dari sub-sub materi yaitu gejala gelombang, gelombang berjalan, gelombang stasioner pada ujung terikat, dan gelombang stasioner pada ujung bebas, maka diambil satu soal dari setiap sub-sub materi tersebut, sehingga jumlah soal yang akan dijadikan instrument penelitian adalah sebanyak 5 soal uraian.
7. Analisis instrument penelitian
Sebelum pengambilan data terlebih dahulu di lakukan uji instrument terhadap objek di luar sampel penelitian . menurut Nana Sudjana (2008: 12) menyatakan bahwa suatu alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas yang baik apabila alat tersebut memilki atau memenuhi dua hal, yakni ketepatannya atau validitasnya dan ketetapannya atau keajegannya atau reliabilitasnya. Uji instrument ini di lakukan untuk mengetahui validitas, realibilitas, daya pembeda, dan daya tingkat kesukaran instrument penelitian.
a. Validitas instrument
Uji validitas dilakukan untuk menguji ketepatan dari sebuah instrument dengan apa yang akan di ukur. dalam hal ini uji validitas di lakukan agar terdapat kesesuaian antara indikator dengan soal atau instrument yang di berikan, sehingga intrumen yang digunakan benar-benar mengukur apa yang akan di ukur yaitu hasil belajar siswa atau penguasaan konsep siswa Agar instrument ini memiliki validitas yang tinggi maka penyusunannya di konsultasikan dengan dosen pembimbing. Metode yang di gunakan dalam menguji validitas instrument ini adalah dengan menggunakan rumus product moment. :




Keterangan:
= Koefisien korelasi antara variabel x dan variable y, dua variabel yang di korelasikan


kuadrat dari x
kuadrat dari y
Adapun indeks validitasnya adalah sebagai berikut:
Tabel.1.3 Validitas Instrument
Koefisien Korelasi Validitas
0,900 – 1.00 Sangat tinggi
0,700 – 0,900 Tinggi
0,400 – 0,700 Cukup
0,200 – 0,400 Rendah
0,00 – 0,200 Sangat rendah
(Ngalim Purwanto, 1987: 139)
b. Reliabilitas instrument
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui keajegan atau ketetapan dari sebuah instrument. suatu tes di katakan mempunyai kepercayaan yang tinggi jika tes dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian reliabilitas tes, berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Atau seandainya hasil nya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti Metode yang di gunakan dalam menguji reliabilitas ini adalah dengan menggunakan rumus rulon
(Suharsimi Arikunto, 1986: 99)

Ketarangan :
Reliabilitas instrument
Varians beda d = perbedaan antara skor belahan pertama dengan skor belahan kedua
Varians total

c. Daya pembeda
Daya pembeda dari suatu soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). ( Suharsimi Arikunto, 1986: 211) . bagi suatu soal yang dapat di jawab benar oleh siswa pandai maupun siswa bodoh, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa baik pandai maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan benar. Soal yang baik adalah soal yang dapat di jawab oleh siswa-siswa yang pandai saja. Untuk menentukan daya pembeda dari suatu soal di gunakan rumus sebagai berikut :
( Suharsimi Arikunto, 1986: 213)

Keterangan:
J = jumlah peserta tes
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar

d. Tingkat kesukaran
Tingkat kesukaran merupakan variasi tingkat kesukaran suatu soal untuk mengukur kemampuan siswa pada suatu konsep tertentu. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha pemecahannaya, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. Menurut Suharsimi Arikunto (1986: 210) indeks kesukaran di klasifikasikan sebagai berikut:
Tabel.1.4 Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran Keterangan
1,00 – 0,300 Sukar
0,30 – 0,70 Sedang
0,70 – 1,00 Mudah

Metode yang di gunakan untuk menentukan taraf kesukaran suatu soal adalah dengan menggunakan rumus :
(Suharsimi Arikunto, 1986: 208)
Keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta test

8. Analisis dan pengolahan data
Analisis dan pengolahan data digunakan untuk menjawab rumusan masalah.. Dari penelitian ini akan diperoleh data kuantitatif dari hasil tes. Adapun langkah-langkah pengolahan datanya adalah sebagai berikut
a. Untuk menjawab rumusan masalah pertama yaitu gambaran proses belajar mengajar yang menggunakan teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot dilakukan dengan cara menganalisis hasil observasi pada saat melakukan remedial dengan teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot.
b. Untuk menjawab rumusan masalah ke dua yaitu gambaran umum penguasaan konsep siswa yang berada di bawah KKM (kriteria ketuntasan minimal) pada materi pokok gelombang digunakan langkah-langkah analisis sebagai berikut:
a) Menentukan kunci jawaban siswa
b) Memberikan skor sesuai dengan kunci jawaban pada masing-masing soal, dengan kriteria sebagai berikut:


Tabel.1.5. Skoring
Tahap penyelesaian soal Skor
Tahap analisis soal 30
Tahap perencanaan penyelesaian soal 30
Tahap penyelesaian soal 20
Tahap penilaian 20
Jumlah 100

c) Menentukan kelompok siswa yang diatas KKM dan yang di bawah KKM, dengan nilai KKM di SMA Pasundan 4 Bandung sebesar 60
d) Menentukan persentase penguasaan konsep siswa yang dibawah KKM berdasarkan perolehan skor
Rumus penilaian dalam bentuk persen menurut ngalim purwanto (2008: 102) adalah sebagai berikut:

Keterangan:
NP = Nilai persen yang dicari atau yang diharapkan
R = Skor mentah yang diperoleh siswa
SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
100 = Bilangan tetap

a) Mengelompokan persentase penguasaan konsep siswa yang di bawah KKM berdasarkan persentase masing-masing
Tabel.1.6 Kategori Penguasaan Konsep Siswa
Persentase Jumlah Siswa
10% - 20%
20% - 30%
30% - 40%
40% - 50%
50% - 60%

Setelah persentase masing-masing siswa yang dibawah KKM dikelompokan, kemudian dibuat sebaran penguasaan konsep siswa dalam bentuk tabulasi.
c. Untuk menjawab rumusan masalah ke tiga yaitu letak kesulitan siswa yang berada di bawah KKM (kriteria ketunasan minimal) menurut tahapan pemecahan masalah model Mettes dan Pillot adalah dengan cara menganalisis skor tiap tahapan pemecahan masalah menurut Mettes dan Pillot, adapun langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut:
1) Mengelompokan data hasil belajar siswa sesuai dengan tahapan pemecahan masalah model Mettes dan Pillot
2) Menentukan persentase penguasaan konsep siswa tiap tahapan pemecahan masalah model Mettes dan Pillot
3) Menentukan rata-rata persentase penguasaan konsep siswa tiap tahapan pemecahan masalah model Mettes dan Pillot
4) Mentabulasikan rata-rata persentase penguasaan konsep siswa tiap tahapan pemecahan masalah model Mettes dan pillot
5) Menentukan letak kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal gelombang
d. Untuk menjawab rumusan masalah ke empat yaitu adakah perubahan yang signifikan penguasaan konsep siswa yang berada di bawah KKM (kriteria ketuntasan minimal) setelah di berikan remedial dengan menggunakan teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot adalah dengan cara menganalisis perbandingan persentase penguasaan konsep siswa sebelum diberikan remedial dengan setelah diberikan remedial berupa teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot. Adapun langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut:
1) Sebelum diberikan remedial
a) Menentukan kunci jawaban siswa
b) Memberikan skor sesuai dengan kunci jawaban pada masing-masing soal, dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel.1.5. Skoring
Tahap penyelesaian soal Skor
Tahap analisis soal 30
Tahap perencanaan penyelesaian soal 30
Tahap penyelesaian soal 20
Tahap penilaian 20
Jumlah 100

c) Menentukan kelompok siswa yang diatas KKM dan yang di bawah KKM, dengan nilai KKM di SMA Pasundan 4 Bandung sebesar 60
d) Menentukan persentase penguasaan konsep siswa yang dibawah KKM berdasarkan perolehan skor
Rumus penilaian dalam bentuk persen menurut ngalim purwanto (2008: 102) adalah sebagai berikut:

Keterangan:
NP = Nilai persen yang dicari atau yang diharapkan
R = Skor mentah yang diperoleh siswa
SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan

b) Mengelompokan persentase penguasaan konsep siswa yang di bawah KKM berdasarkan persentase masing-masing
Tabel.1.6 Kategori Penguasaan Konsep Siswa
Persentase Jumlah Siswa
10% - 20%
20% - 30%
30% - 40%
40% - 50%
50% - 60%

Setelah persentase masing-masing siswa yang dibawah KKM dikelompokan, kemudian dibuat sebaran penguasaan konsep siswa dalam bentuk tabulasi.
2. Setelah di berikan remedial
a) Menentukan kunci jawaban siswa
b) Memberikan skor sesuai dengan kunci jawaban pada masing-masing soal, dengan kriteria sebagai berikut:


Tabel.1.5. Skoring
Tahap penyelesaian soal Skor
Tahap analisis soal 30
Tahap perencanaan penyelesaian soal 30
Tahap penyelesaian soal 20
Tahap penilaian 20
Jumlah 100

c) Menentukan kelompok siswa yang diatas KKM dan yang di bawah KKM, dengan nilai KKM di SMA Pasundan 4 Bandung sebesar 60
d) Menentukan persentase penguasaan konsep siswa yang dibawah KKM berdasarkan perolehan skor
Rumus penilaian dalam bentuk persen menurut ngalim purwanto (2008: 102) adalah sebagai berikut:

Keterangan:
NP = Nilai persen yang dicari atau yang diharapkan
R = Skor mentah yang diperoleh siswa
SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
100 = Bilangan tetap

e) Mengelompokan persentase penguasaan konsep siswa yang di bawah KKM berdasarkan persentase masing-masing
Tabel.1.6 Kategori Penguasaan Konsep Siswa
Persentase Jumlah Siswa
10% - 20%
20% - 30%
30% - 40%
40% - 50%
50% - 60%

Setelah persentase masing-masing siswa yang dibawah KKM dikelompokan, kemudian dibuat sebaran penguasaan konsep siswa dalam bentuk tabulasi.
Setelah tabulasi sebaran penguasaan konsep siswa yang dibawah KKM sebelum remedial didapatkan, kemudian dibandingkan dengan tabulasi sebaran penguasaan konsep siswa yang di bawah KKM setelah remedial. Jika setelah di berikan remedial, tabulasi penguasaan konsep siswa menunjukan terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan, maka terdapat perubahan yang signifikan penguasaan konsep siswa setelah diberikan remedial berupa teknik pemecaha masalah model Mettes dan Pillot. Jika setelah diberikan remedial, tabulasi penguasaan konsep siswa menunjukan tidak terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan, maka tidak terdapat perubahan yang signifikan penguasaan konsep siswa setelah diberikan remedial berupa teknik pemecahan masalah model Mettes dan Pillot.




Daftar Pustaka
Anas Sudijono
2003 Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Diana Puspita
2005 Analisis Pemahaman Siswa Pada Materi pokok Usaha Dan Energi Yang Telah Direduksi Secara Didaktik. Skripsi Uin Sunan Gunung Djati Bandung. Tidak Di publikasikan
Mimin Haryati
2006 Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi. Gaun Persada Press, Jakarta
Muhammad Natsir
1983 Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Bogor
Mulyasa
2007 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Remaja Rosda Karya, Bandung
Nana Sudjana
2008 Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Remaja Rosda Karya, Bandung
Ngalim Purwanto
2008 Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran.Remaja Rosda Karya, Bandung
Slameto
2003 Belajar Dan Faktor Yang mempengaruhinya. Rineka Cipta, Jakarta
Sugiono
2008 Metode Peneltian Pendidikan. Alfabeta, Bandung
Suharsimi Arikunto
2005 Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta
Suharsimi Arikunto
2006 Prosedur Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta
Sumaji, DKK
1998 Pendidikan Yang Humanistis. Kanisius, Yogyakarta

Undang-Undang No 20 Tahun 2003
2003 Sistem Pendidikan Nasional. (Sisdiknas ). Media Wacana, Jogjakarta

Yayat Komarul Hidayat
2002 Analisis Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Bentuk Hitungan Pada Pokok Bahasan Getaran Dan Gelombang Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah. Skripsi Uin Sunan Gunung Djati Bnadung. Tidak Di Publikasikan

Tidak ada komentar: